Btc

Profil Para Juragan Usia Sekolah

SISWA SMK JADI PENGUSAHA KUE
SMKN 8 Surabaya berhasil mengantarkan siswanya menjadi pengusaha kue, meski masih menempuh pendidikan. Beraneka macam kue favorit masyarakat itu ditampilkan di ruang pamer SMKN 8.. Kelompok usaha yang dinamai Adenium Pastry itu melayani pesanan berbagai jenis penganan. Dari cake, kue basah hingga jenis cookies (kue kering), seperti nastar, bangket cokelat, kastengel, dan sagu keju.
“Paling ramai saat menjelang Lebaran. Omzetnya  bisa sampai Rp 7 juta, dengan modal hanya Rp 2 juta,” ucap Intan Permatasari, siswa kelas 3 sekaligus manajer usaha kue di sekolah.
Sejak kelas dua, siswa sudah diajari membuat kue sekaligus memasarkannya. Tidak hanya Lebaran, tetapi hari biasa juga banyak pesanan. Saat ini, hasil mereka sudah menjadi langganan Dinas Pendidikan dan instansi pemerintah yang lain
“Kalau dapat untung, kami bagi rata. Ada yang terima Rp 200.000. Lumayan bisa untuk membeli buku dan biaya inovasi kue lagi,” tambah Fatimah Nafila. fai

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah sekolah yang menyiapkan lulusannya untuk dapat berusaha melalui praktek secara langsung, sehingga setiap pelajar yang tamat dari SMK  mampu mengembangkan diri dan mandiri.

BISNIS SISWA SMK TANJUNG PINANG

SMK di Tanjungpinang hingga saat ini sudah melibatkan siswanya  berbisnis atau membuka usaha di sekolah-sekolah dengan pembeli atau konsumen  dari masyarakat hingga pemerintahan. Salah satunya SMKN 2 yang dipimpin Drs. Apen Sembiring selaku kepala sekolah, yang telah membuka berbagai jenis usaha dengan pengelolanya para pelajar didampingi dua orang guru pembimbing.

Ermala Meilina, Ketua Wirausaha SMKN 2 Tanjungpinang kepada Haluan Kepri, kemarin, mengatakan bahwa mereka menciptakan berbagai jenis usaha seperti kuliner  diberi nama Kafetaria,  tata busana untuk pakaian seragam sekolah, pemerintahan dan umum serta usaha gorden dan taplak meja, sarung kursi juga meja yang dapat dipesan.

Untuk dana awal dikatakan Meilina berasal dari bantuan Direktorat Jendral di Jakarta sebesar Rp100 juta, dan dipergunakan mereka untuk membeli berbagai bahan  untuk dijual dan diolah kembali.

"Ada 50 siswa yang kami libatkan untuk berpartisipasi dalam bisnis ini, semuanya dari kelas 1 dan kelas 2. Disini kelas 3 tidak diikutkan karena mereka harus mempersiapkan diri untuk ujian akhir dan tentu saja kita tidak mau mereka terganggu.  Hal ini kami terapkan kepada para siswa dan guru untuk meningkatkan jiwa bisnis dan kerjasama dalam sebuah tim," kata Meiliana.

Dikatakanya lagi bahwa selama dua bulan sejak diturunkanya dana dari Dirjend tersebut, usaha bisnis yang mereka buka sudah mendapatkan respon dari berbagai pihak sekolah maupun masyarakat, terlebih pemerintah. Bahkan mereka juga sudah bisa menghasilkan omzet lumayan besar yang perhitungannya bagi tim akan dibagi rata sesuai hasil, dan itu berupa honor mereka.

"Yang utama disini, kami tidak terlalu memaksakan siswa untuk berjualan mendapatkan target. Tetapi untuk memberikan atau mengajarkan siswa berjiwa usaha yang dapat memanage keuangan. dan mereka akan mengerti  untung rugi dalam sebuah usaha," katanya lagi.

Selain itu, bisnis usaha yang dijalani SMKN 2 ini juga dapat menerima pesanan kuliner untuk acara-acara seperti pernikahan, ulang tahun dan perayaan lainnya, serta penyewaan sarung kursi dan meja
 SISWA SMA YANG TEKUN BERUSAHA
Di seputaran Perempatan Blok M Desa Sowan Lor kecamatan Kedung kabupaten Jepara ada penjual ayam goreng yang buka baru seminggunan. Dilihat sepintas tidak ada istimewanya lapak si penjual ini ,ayam goreng ditaruh dalam gerobak lengkap dengan saus instannya. Namun ketika melihat si penjualnya kita akan acung jempol karena sang penjual orangnya masih muda karena masih duduk di bangku Madrasah Aliyah (MA) kelas 2 . Meski masih bersekolah dia mengaku tidak merasa malu untuk berjualan dipinggir jalan , karena semua itu ia lakukan untuk mencari uang yang dipergunakan untuk keperluan sekolah. Oleh karena itu sekitar pukul 4 sore ia berangkat ke lapaknya untuk menjajakan ayam goreng , dan pulangnya jika dagangan habis atau sekitar pukul 10 malam.
“ Lumayan mas sebulan saya mendapatkan gaji Rp 150.000,- uang itu nanti saya pergunakan untuk keperluan sekolah . Awal mulanya ada teman yang nawaru pekerjaan ini karena tidak mengganggu jam sekolah ya pekerjaan ini saya jalani . Meski kadang-kadang bertemu dengan teman saya tidak malu Mas “, aku Akrom (17) siswa kelas II MA “ Safinatul Huda “ Sowan Kidul yang warga desa Sukosono kecamatan Kedung kabupaten Jepara di lapaknya belum lama ini.
Akrom mengaku berjualan Ayam Goreng ini cukup mudah kita hanya menunggui saja , karena dari pembuatan ayam goreng , tempat berjualan semua disediakan oleh bos kita hanya menunggui saja dari jam 4 sore sampai jam 10 malam . Dari rumahnya yang berjarak kurang lebih 4 kilometer sampai ke lapaknya ia naik sepeda , meski agak jauh ia mengaku hal yang biasa karena setiap hari iapun berangkat ke sekolah juga naik sepeda. Setiap hari ia menjual 30 – 40 potong ayam goreng yang ia jual Rp 3.000,- setiap potongnya . Karena masih baru ia mengaku dagangannya kadang habis , kadang-kadang juga masih yang kemudian ia kembalikan ke bosnya kembali.
“ Ya hitung-hitung latihan bekerja mas , daripada nganggur di rumah tidak ada kegiatan ya mangkal disini berjualan ayam goreng “, tambah Akrom yang mengaku ingin kuliah sehabis lulus dari sekolahnya

Farah Gray, Usia 14 Tahun Tapi Jadi Pengusaha Hebat
Farrah Gray ini berasal dari kaum minoritas di Amerika, ia merupakan keturunan kulit hitam Afrika Amerika. Masa kecil pemuda yang kelahiran tahun 1984 ini tinggal di sebuah apartemen kelas bawah (mungkin lebih mirip rumah susun) yang toiletnya sering buntu dan banyak kecoaknya. Rasa sayang terhadap keluarganya, khususnya ibunya, membuat ia ingin memberikan yang terbaik buat keluarganya. Ia belajar ini dari acara-acara televisi yang ditontonnya 
Di usianya yang ketika itu baru berumur 6 tahun (tahun 1990), ia berjualan batu. Woww…bukan batu-batuan untuk bangunan, namun ia berjualan batu untuk mengganjal pintu rumah. Batu itu dilukisnya sehingga menarik. Dan ia pun bisa menghasilkan uang dengan ide yang sederhana itu. (keren sekali… yang sederhana yang membuat sukses). Ia pun tampil profesional walau baru berumur 6 tahun, yaitu dengan membuat kartu nama. Di kartu nama itu tertulis “Farrah Gray, CEO Abad 21″. (Salah satu Prinsip Sukses adalah Yakin. Yakin lebih daripada Percaya). Farrah Gray telah menunjukkan keyakinan dirinya bahwa ia akan menjadi seorang CEO bahkan sejak di umur 6 tahun. Woww… Bagaimana buat yang sudah tua ya? Kok masih belum yakin juga???
Suatu ketika, Farrah Gray ketemu seseorang bernama Roy Tauer. Roy tertarik melihat kartu nama yang diberikan oleh seorang anak yang masih berumur 6 tahun.  Ia melihat adanya ambisi entrepreneur / wirausaha yang kuat di dalam diri anak itu, dan ia mengajak bekerja sama mendirikan sebuah klub bisnis yang diberi nama UNEEC (Urban Neighborhood Economic Enterprise Club), yaitu sebuah organisasi yang mendorong anak-anak muda menjadi wirausaha. (Dari sini, kita bisa belajar, bahwa berkat keyakinan yang kuat, Farrah Gray mendapatkan “Law of Attraction” kesempatan bekerja sama dengan Roy Tauer untuk memulai sebuah usaha. Keyakinan bertemu kesempatan, ini yang namanya Hoki. Hoki itu yakin dan terus berusaha). Farrah Gray dengan bekerja sama ini, ibarat mendapatkan daya ungkit kesuksesannnya.
Ia pun memulai usaha lotion, yang idenya tanpa sengaja ia temukan ketika ia bermain-main dengan lotion ibunya.
Perjalanan karir bisnisnya pun terus mengalir, sehingga ia bisa pun bisa berkantor di Wall Street Journal.
Di usia ke-11, ia diliput oleh stasiun TV KVBC Channel 3 dan mendapat gelar kehormatan dari Allen University. (anak umur 11 tahun lohh…). 3 tahun kemudian, ketika ia berumur 14 tahun, ia menjadi jutawan dengan meraih 1,5 juta dollar penghasilan dari perusahaannya Farr Out Food. Di usia 19 tahun, ia mengakuisisi sebuah majalah internasional, Innercity.
Ia mulai membagikan kesuksesannya di usia 21 tahun dengan menulis buku tentang perjalanan suksesnya, salah satu judul bukunya adalah Reallionaire. Farrah Gray membuka rahasianya sehingga bisa berubah dari seorang anak yang harus antre makanan dengan kupon bantuan publik, menjadi seorang pengusaha sukses di usia yang masih sangat muda. Ia memandu kita dalam mengambil sembilan langkah menuju kekayaan, di antaranya:
  1. Memahami kekuatan sebuah nama.
  2. Bagaimana mengubah penolakan menjadi kesempatan.
  3. Bagaimana meraih setiap kesempatan.
  4. Bagaimana mengikuti arus tapi tetap mengarah ke tujuan Anda.
  5. Memfokuskan waktu Anda pada apa yang Anda kuasai
 MASYHARI  (Jadi Pengusaha saat SMA). Yang SMK kenapa Tidak Bisa
Membayangkan seorang Masyhari muda, ketika masih di usia sekolah SMA, tiga puluhan tahun yang lalu,  ia adalah sosok seorang anak muda yang kreatif, memiliki ikhtiar yang luas, berkemauan belajar yang tinggi,  sembari berupaya memenuhi kebutuhan finansialnya sendiri secara mandiri. Sejak kelas 1 SMA Masyhari sudah mampu mencari uang sendiri, bukan hanya untuk sekedar hidup, tetapi terus ia kembangkan sambil menyelesaikan sekolahnya.
Saat kelas 2 SMA misalnya, Mashary sudah mampu menjadi sales produk elektronik, dan tidak tanggung-tanggung, dalam sehari  ia mampu menjual produk elektronik sebesar Rp70ribu.  Pada saat itu jumlah sebesar itu termasuk cukup besar, karena harga sepeda motor saja masih Rp150ribu.   Penghasilannya sebagai sales produk-produk elektronik membuat Masyhari berkecukupan secara materi, termasuk untuk membayar sekolahnya sendiri, membayar kontrak rumah, serta membeli sepeda motor untuk menunjang aktifitasnya sehari-hari.
Namun Masyhari memiliki cita-cita, ingin memiliki produk sendiri, yang dibuat sendiri, dan dengan kemampuannya sebagai sales yang telah dijalaninya selama ini ia berharap mampu menjual produknya dengan baik. Suatu hari, saat istirahat sekolah, ia menemukan sebuah buku kusam berisi resep-resep pembuatan jamu tradisional.
Melalui buku resep pembuatan jamu itulah Masyhari, dengan modal Rp16 ribu  mencoba membuat jamu dari bahan dedaunan dan akar-akaran yang dibeli di pasar. Jamu hasil racikannya yang dibuat berdasarkan resep yang diperolehnya dari buku tersebut kemudian diberikan resep cara pembuatan dan pemakaiannya dengan selembar kertas foto copy.
“Jamu tersebut saya tawarkan ke para tukang becak yang tinggal tidak jauh dari rumah saya. Menurut pengakuan para tukang becak (saat itu Jakarta masih ada becak)  jamu yang diminum membuat badan lebih segar dan vitalitasnya meningkat,” ujarnya.
Ia berfikir, jamu yang dibuat dan dikemas sederhana dengan harga Rp5000 per bungkus tersebut dapat dijual ke apotik-apotik, namun nyatanya tidak ada apotik yang mau menerima produknya untuk membantu menjualkan, bahkan banyak apotik yang menolaknya.

Strategi Berbisnis
                Bagaimana agar produk jamunya dapat dijual di apotik agar masyarakat yang memerlukan mudah mencarinya jika diperlukan.Agar produk jamunya dapat dijual di apotik bukan  langkah yang mudah. Suatu hari banyak pelanggannya yang datang kepadanya untuk membeli jamu buatannya. Namun ia  meminta para pelanggannya datang saja ke apotik-apotik barangkali ada jamu buatannya yang dijual di apotik-apotik tersebut.Tentu saja pemilik dan pengelola apotik kebingunan mengapa banyak orang yang mencari jamu tersebut di apotik. Sebagian ada yang teringat pernah ada anak-anak seusia SMA yang menawarkan jamu untuk dijualkan produknya di apotik. Saat Masyhari mendatangi apotik-apotik kembali untuk menawarkan produknya agar dibantu dijualkan di apotik-apotik tersebut,   kali ini mudah, dan hampir semua apotik mau menerimanya. Pada bulan-bulan pertama produk jamunya dijual melalui jaringan apotik-apotik, penjualannya meningkat.  Bahkan pengelola apotik sempat memerahinya karena terlambat mengirim jamu ke apotik-apotik. Di sinilah, Masyhari yang saat itu masih kelas 3 SMA  belajar mengenai kontinuitas produk. Ketika produk sudah mulai banyak dicari orang, ketika jaringan sudah dibentuk maka kontinuitas produk harus dijaga agar masyarakat yang mencari produk tersebut tidak kecewa jika tidak menemukannya. Belakangan, setelah beberapa bulan berjalan menitipkan produknya melalui apotik-apotik, saat itu penjualan produk jamunya menurun. Para pemilik dan pengelola apotik komplain dan memarahinya.
“Saya bingung, produk jamu laku dan kehabisan dimarahi (oleh pengelola apotik), barang tidak laku juga dimarahi. Melalui para pemilik apotik saya belajar tentang arti pentingnya promosi,” ujarnya.
Ditangkap Petugas POM
Jamu yang Masyhari produksi laku keras di apotik-apotik. Meskipun hanya dengan bungkus plastik sederhana, dengan petunjuk pemakaian dan resep dari kertas foto copy. Ia juga sudah mempekerjakan beberapa orang tenaga kerja yang membantu menjalankan usahanya. Boleh dibilang, meski baru kelas 3 SMA, namun Masyhari sudah memiliki beberapa karyawan yang bekerja kepadanya, meski bekerja mempersiapkan produk jamu dilakukan di ruang sempit rumah kontrakannya.
Suatu saat petugas POM mendatangi sebuah apotik dan menanyakan izin-izinya usahanya. Ia dipanggil untuk datang ke apotik tersebut. Betapa kagetnya petugas POM tersebut karena yang datang adalah seorang anak yang masih berseragam SMA.
“Saat itu saya masih memakai seragam sekolah, saya ditanya ini usaha siapa. Saya jawab usaha saya sendiri. Mana izin-izinnya, saya jawab saya belum tahu kalau usaha ini harus ada izinnya,” ujarnya. Dari peristiwa tersebut Masyhari baru menyadari perlunya kelengkapan administrasi, termasuk izin-izin yang diperlukan untuk memproduksi usaha jamu. Meski saat itu banyak kendala dalam menjalankan bisnis jamunya, namun Masyhari yakin bahwa industri jamu memiliki prospek yang sangat baik di Indonesia, karena selain memiliki bahan baku yang sudah teruji secara khasiat dan manfaatnya, seperti temulawak, jahe, kencur, dll, yang sejak turun temurun dan nenek moyang sudah sangat manjur digunakan oleh masyarakat.
 Jamu Djiwo
Setelah banyak belajar, dan tersandung berkali-kali, kini usahanya jamunya melejit, lewat berbagai produk yang sangat banyak dikenal oleh masyarakat dibawah produk PT Hari Fatma dan  PT Dila Hijau Farma, salah satu brand yang cukup dikenal masyarakat adalah jamu Djiwo, Jamu Khusus Pria JKP, serta Tsu Zhi. Produk-produk jamu tersebut telah tersedia di berbagai apotik di seluruh Indonesia dari Nanggroe Aceh Darussalam hingga Papua. Bahkan kini, ia tengah menjajaki ekspor ke Malaysia.Menurut Masyhari, ia selalu menjaga kepercayaan konsumen menjaga kualitas produk jamu hasil produknya.  Bagi seorang pebisnis kepercayaan adalah suatu keniscayaan, tanpa kepercayaan bisnis tidak akan berkembang dengan baik. Dengan adanya kepercayaan menjadikan urusan bisnis jadi mudah  kalau banyak orang yang percaya. Produk-produk  jamu yang dihasilkan oleh Masyhari  telah mendapat sertifikat  Badan POM, dan kualitasnya tidak kalah dari pada produk impor.  Kini, buat apa beli produk impor kalau yang lokal saja sudah bagus kualitasnya. Terbukti  penjualan produk jamu hasil ramuannya semakin meningkat dari hari ke hari. Sebagian besar ibu rumah tangga pasti pernah memakai produk Maspion. Namun, tak banyak yang tahu bahwa nama besar Maspion berawal dari pabrik lampu teplok yang dibesarkan protolan SMP di sebuah rumah petak 4 x4.

Sukses Alim Markus dari Usia Muda
Maspion dan Alim Markus ada­lah dua nama yang tak terpisah­kan. Orang kini mengenal Maspion sebagai salah satu ke­lompok usaha besar asal Jawa Timur, yang tak hanya berkutat di industri peralatan rumah tanga, namun juga menjamah perbankan, real estat, hingga properti. Sedangkan Alim Markus adalah nahkoda dibalik semua kisah sukses itu. Pria berperawakan sedang ini rela mengorbankan pendidikan dan masa kecilnya saat mulai berkiprah di dunia bisnis.
Alim Markus dilahirkan 57 tahun lalu, tepatnya 24 September 1951 di sebuah rumah petak seluas 4×4 meter persegi di Jalan Ka­pasan Gang II nomor 22. Karena minimnya ukuran rumah, Alim Markus yang kini me­mim­pin grup usaha yang terdiri dari 53 perusahaan itu harus hidup uyel-uyelan dengan ayah, ibu, dan ketiga adiknya. “Jika salah ang­gota keluarga buang air kecil, baunya langsung ke mana-mana,” ujar Alim Markus sambil terkekeh saat ditemui di kantor Maspion Kembang Jepun, Surabaya, pekan lalu.
Markus muda tak betah terus hidup susah. Sebagai anak tertua di keluarga, Markus bertekad merubah nasibnya dengan beker­ja sekeras mungkin dan menjadi orang sukses. “Saya nekat berhenti sekolah sebelum lulus SMP, saya ingin jadi pengusaha sukses dan kuat. Karena itu saya memilih serius membantu orang tua bekerja dari jam lima pagi sampai tujuh malam,” tutur peng­­usaha yang hingga kini menjabat ke­tua Asosiasi Pengusaha In­do­nesia (Apindo) Jatim itu.
Markus kemudian me­ngerah­kan seluruh upa­yanya membesarkan usaha UD Logam Djawa yang didirikan ayahnya Alim Husin pada Oktober 1965, di daerah Pecindilan, Surabaya. UD Logam Djawa awalnya memproduksi lampu teplok. Alim Hu­sin ketika itu sanggup memproduksi 300 lusin lampu teplok perhari