Btc

Toko Online.. Siapa Takut


Siapa bilang berbisnis secara online belum layak dilakukan di Tanah Air? Beberapa wirausaha muda dari Tanah Abang membuktikan: meski secara umum masyarakat Indonesia belum siap melakukan transaksi online, mereka sukses menjalankan bisnis via Internet ini. Tepatnya, mereka berdagang barang grosiran lewat Internet. Kiprah mereka, misalnya, bisa kita temukan di situs-situs e-commerce milik wirausaha muda asal Tanah Abang itu, antara lain www.grosirtanahabang.com, www.manetvision.com dan www.tanah-abang.com.
Badroni Yuzirman, pemilik situs www.manetvision.com dan pengelola situs komunitas TDA (www.tangandiatas.com). Badroni yang menjual baju Muslimah dan perlengkapan interior — seperti taplak meja dan gorden — dulu sempat punya kios di Blok A Tanah Abang. Namun, sejak kebakaran besar tahun 2004, ia tak lagi memilikinya. Maklum, pascakebakaran itu ia sempat dipindahkan ke Blok F yang sepi. Omsetnya menurun dan ia berkesimpulan, bisnisnya tak bisa berkembang jika hanya mengandalkan kios. Akhirnya Maret 2004, Roni — panggilan akrabnya — memutuskan hengkang dari Pasar Tanah Abang dan serius di bisnis grosir online yang sebenarnya sempat ia buka setahun sebelumnya.

Awalnya, laki laki itu ragu, bisa sukseskah bisnis e-commerce-nya ini mengingat yang dijualnya adalah baju Muslimah. Maklum, kebanyakan pengakses Internet di Indonesia adalah laki-laki. Ternyata, respons pasar cukup lumayan. Walau benar kebanyakan netter adalah lelaki, tetapi ada kecenderungan mereka memesankan baju buat istri atau kerabat. Ia mencatat, kota-kota di pedalaman yang punya akses Internet, seperti Bontang, Sangatta, Muara Enim dan Tembaga Pura (kawasan Freeport), merupakan asal pembeli barang dagangannya.

Maka, setelah awalnya situs online-nya hanya dianggap sebagai penunjang kios, lama-kelamaan omset toko online ini malah menyaingi omset kios. Tak mengherankan, ia pun makin menekuni dunia online-nya itu. “Dari satu kali transaksi saja sudah ketutup biaya hosting dan domain yang Rp 500 ribuan itu,” ujar Badroni. Menurutnya, ini berbeda jauh dari kiosnya yang harus sewa dua tahun ke depan dengan harga Rp 200 juta/tahun/kios – dan angka sebesar ini belum termasuk modal kerja, iuran dan stok barang.
Kini, situs e-commerce-nya, ManetVision.com, tetap fokus menjual busana Muslimah dan interior rumah. Busana Muslimah yang dijual antara lain gamis, setelan, blus, blus rajut dan jilbab, sementara bahan interior rumah yang dijual adalah sarung bantal kursi dan taplak meja. Saat awal diluncurkan Manetvision hanya berkapasitas konten 25 MB, sekarang diperbesar menjadi 100 MB. Cara order di ManetVision cukup mudah, yakni bisa lewat telepon, faksimile, SMS atau e-mail. Syarat minimum order pertama Rp 500 ribu — sesudah diskon — atau Rp 250 ribu untuk paket promo, dan ongkos kirim 100% ditanggung pembeli. “Saya cukup terbantu, hanya dengan melihat katalog di situs tersebut, saya bisa pesan sesuai dengan keinginan,” ujar Susi Neliyanti, Agen ManetVision di Palembang yang biasa mengorder barang secara online.

Tiap bulan, situs ManetVision.com dikunjungi 500-1.000 pengakses, dan rata-rata 20%-nya mengorder. Konsumen ManetVision kebanyakan justru bukan dari Pulau Jawa, melainkan dari Papua, Sumatera (Lampung), Kalimantan (Banjarmasin), dan lainnya. Perbandingan pembeli dari Jawa dan luar Jawa adalah 20:80. Pembeli dari luar negeri juga ada meski tak banyak, khususnya dari Singapura, Malaysia dan Brunei. Yang menarik, meski kini bisnisnya murni online, penjualannya bisa mengimbangi waktu masih punya kios. Sebulan terjual 5-10 ribu potong busana Muslimah dengan rentang harga Rp 40-500 ribu – barang yang terjual kebanyakan berharga Rp 100-200 ribu. Dan, yang pasti, kini biaya operasional Badroni jauh lebih murah karena ia tak harus sewa kios yang besarnya ratusan juta.Nah, siapa lagi mau menyusul berdagang secara online seperti mereka? 
YANG SUKSES DENGAN ONLINE 
Dalam era informasi, bisnis online berkembang pesat. Edi S. Kurniawan (32), pengusaha pakaian bayi menangkap peluang itu sejak awal. Dia ingin seluruh toko di Tanahabang punya toko online.  Suatu siang saat Warta Kota menyambangi Alifia, toko super grosir pakaian anak dan perlengkapan bayi di Thamrin City, Jalan Kebonkacang Raya, Tanahabang, Jakarta Pusat. Suasananya tampak sepi.
Di beberapa sudut hanya tampak tumpukan karung plastik putih. Disisi lain seorang lelaki sedang sibuk dengan laptop warna merah. Seorang lagi bekerja di sebuah komputer PC. Dua lainnya sedang merapikan barang-barang di toko. “Saya sengaja memilih lantai yang sepi. Sebab, 100% transaksi bisnis saya lewat internet. Disini lokasi enggak penting. Tempat sepi, sewanya lebih murah. Yang penting, masih ada bau-bau Tanahabang,” ujar Edi S. Kurniawan, pemilik toko online www.grosirtanahabang.com membuka percakapan dengan Warta Kota, belum lama ini.
Meski bisnisnya dioperasikan secara online, tapi nama Tanahabang tetap ditonjolkan. Maklum, Tanahabang adalah icon bisnis tekstil di negeri ini, bahkan dikenal sebagai pusat perdagangan tekstil terbesar di Asia Tenggara. Bagi ayah Randika Chandra Aryandi ini, Tanahabang mempunyai arti khusus. Mantan buruh pabrik di Tangerang ini mulai belajar bisnis dengan mengikuti program magang di toko-toko milik H. Alay, inspirasi berdirinya komunitas bisnis Tangan Di Atas (TDA) dan raja tekstil dan properti di Tanahabang. Dengan bekal ilmu bisnis dari magang, kerja keras dan kreatifitas, Edi dapat melewati masa sulit dalam hidupnya, sekaligus mengembangkan bisnis online www.grosirtanahabang.com dan www.alifiababyshop.com.
Saat ini, bisnis grosir pakaian anak dan perlengkapan bayi online milik mantan buruh pabrik PT. Bando Indonesia itu tumbuh pesat dengan omset rata-rata Rp. 100 juta per bulan.
Banyak Utang
Jalan menuju sukses melalui proses jatuh bangun. Pria kelahiran Lampung ini, sudah beberapa kali membangun bisnis, tapi semuanya berakhir dengan kegagalan. Edi pusing karena kegagalan itu meninggalkan banyak utang. Edi pernah melakoni berjualan pulsa sampai buka toko fashion dan busana muslim serta usaha catering dan kantin.  Bisnis-bisnis yang disebut terakhir modalnya diperoleh dari pinjaman bank maupun kantor. Karena gagal, utangnya sampai Rp. 50 juta.
Sebagai buruh pabrik yang gajinya sekitar Rp. 2,7 juta per bulan. Edi dan istrinya, Siti Aminah, terus putar otak untuk mencari solusinya. Buruh teladan PT. Bando Indonesia (2005-2006) ini harus menyisihkan Rp. 2 juta untuk membayar cicilan hutang per bulan.
Dalam kondisi sulit itu Edi mendapat info dari TDA terkait program magang di jaringan toko H. Alay di Tanahabang. Edi tertarik dengan program itu, karena kegagalan bisnisnya selama ini, antara lain adalah tak memiliki ilmu bisnis. Meskipun syarat mengikuti magang itu berat, Edi nekat mengambil kesempatan itu, apalagi dia mendapat dukungan dari istrinya. Untuk ikut magang itu, dia wajib bekerja enam hari seminggu selama tiga bulan nonstop. Itu berarti dia harus keluar kerja dari PT. Bando Indonesia, Gajah Tunggal Group, Tangerang. Selama magang itu Edi tidak digaji, tanpa uang makan dan transport. Sungguh berat.
Walaupun teman-temannya menyebut keputusannya mengundurkan diri sebagai tindakan gila, tapi tekad Edi untuk belajar bisnis tidak surut. “Saya bersyukur, meski saya mengundurkan diri, tapi pihak manajemen masih memberi pesangon Rp. 55 juta sehingga saya bisa melunasi utang saya. Sisanya untuk modal saya. Dan, karena saya tidak bekerja lagi, istri saya bersedia bekerja kembali di pabrik tas. Itulah bentuk dukungan luar biasa dari istri saya,” ujarnya.
Edi keluar kerja sekitar bulan maret 2007. “Sebab kalau diterusin kerja di pabrik, saya udah enggak semangat. Hampir semua gaji saya habis untuk bayar cicilan utang. Bayangkan, utang saya baru lunas sekitar 10 tahun. Makanya saya semangat pindah quadran,” katanya.  Sarjana hukum lulusan STHI Jakarta tahun 2003 itu yakin, di balik kesulitan hidupnya pasti ada kemudahan. Edi mulai merasakan manfaat positif, khususnya pada bulan ketiga magang. Saat itu, Edi diberi kesempatan buka toko mukena sendiri dengan modal dari H. Alay Rp. 50 juta.
Selanjutnya, setelah lulus magang, Edi bekerja sama dengan H. Alay membuka toko pakaian anak dan perlengkapan bayi di Blok F 3 Tanahabang. Saat itu, katanya, dia diberi modal awal berupa celana anak dari kain perca senilai Rp. 200 juta. “Setelah tiga tahun bekerja sama dengan H. Alay, akhirnya saya memutuskan untuk mandiri, maksudnya supaya bisa lebih kreatif mengembangkan bisnis sendiri. Toko offline saya kembalikan kepada pak haji, lalu saya fokus mengembangkan bisnis online,” Ujar Edi.
Untuk memulai bisnis baru, Edi menggandeng investor baru untuk mendapatkan dana segar Rp. 100 juta. “Ternyata semangat bagi hasil sangat mendukung upaya saya mengembangkan bisnis online. Rencana saya kedepan, ingin mengajak toko-toko di Tanahabang membuka toko online. Sambutannya positif bahkan beberapa sangat antusias. Mimpi saya, semoga kawasan Tanahabang bebas macet karena semua transaksi lewat internet,” ujar Edi mantap.
ANDA JUGA BISA JUALAN TANPA MODAL
 Setelah melewati masa perjuangan yang berat lalu tumbuh mulus dengan bisnis online, kini Edi S. Kurniawan, mulai memasuki tahap menang (win). Dalam tahap ini dia ingin mengajak lebih banyak teman dan masyarakat untuk pindah quadran. “Jangan takut berwirausaha karena ternyata tak seberat dan sesulit yang kita bayangkan. Disini saya ingin sharing ilmu dan pengetahuan agar orang yang mulai bisnis tak melewati tahap trial and error yang terlalu berat seperti saya dulu,” ujar Edi yang pernah 11 tahun kerja di sebuah pabrik V-belt mobil di Tangerang.
Menurut dia, salah satu bentuk sharing yang dilakukannya, disamping lewat komunitas TDA, juga dengan menyediakan berbagai paket kerjasama usaha. “Bahkan, saya siap bantu orang yang mau jualan (pakaian bayi-Red) dan enggak punya modal. Tapi, basisnya tetap toko online,” tambahnya.
Syaratnya gampang, mereka harus punya blog atau facebook. Edi akan menyediakan foto-fotonya. Mereka tinggal pasang di internet lalu gencarkan promosi. ”Kalau ada pesanan, tinggal salurkan kepada saya. Dari transaksi itu, mereka akan dapat untung. Di sini selain bisa bantu orang, saya juga diuntungkan karena punya ujung tombak pemasaran dimana-mana,” kata Edi mengenai startegi marketingnya.
Namun, katanya, untuk tahap pertama, program gratis tersebut dibatasi hanya untuk 10 orang per bulan. Program itu diperkenalkan sejak bulan lalu. Disamping itu. Edi juga menyediakan lima paket kerjasama usaha, mulai dari paket distributor wilayah dengan modal awal Rp. 10 juta, paket toko bayi (start up Rp. 13 juta dan paket toko lengkap Rp. 46 juta), paket sample produk hingga paket toko online plus produknya seharga 2,5 juta.
Terkait dengan paket usaha dan kerjasama yang ditawarkan itu, dia memberikan komitmen penuh dengan menyediakan layanan konsultasi 24 jam, baik dalam manajemen toko online maupun strategi pemasaran. “Kami juga menyediakan karyawan yang meng-handle pesanan Anda, mulai dari penerimaan, persiapan, packing hingga pengiriman barang. Kami juga selalu siapkan barang lengkap, dengan stok senilai lebih dari Rp. 500 juta sehingga selalu bisa memenuhi pesanan pelanggan,” ujarnya.
 Edi mengatakan di tahun 2010 ini dia juga sedang melakukan ekspansi usaha, dengan membangun dua unit usaha baru yang lebih besar. Edi akan mengembangkan usaha dibidang IT Consulting dan Online Marketing serta satu lagi di bidang produksi, distribusi dan penjualan umum. Proyek pertama yang digarapnya adalah memproduksi kaos anak, kaos remaja dan kaos busana muslim dengan kapasitas produksi 3.000 lusin per bulan. Sumber http://tangandiatas.com/?ar_id=NTUw